Catatan Sonjo Deso di Dukuh Pekuluran Bersama Bupati Pekalongan
Dari makin menipisnya generasi pengolah lahan pertanian hingga Pernikahan Dini di Dukuh Pekuluruan, Desa Sidoharjo, Kecamatan Doro Pekalongan
Bupati Pekalongan H Asip Kholbihi SH, MSi memiliki program Sonjo Desa. Sonjo adalah bahasa Pekalongan yang berarti berkunjung, bersilaturahmi. Sehingga Sonjo Desa dapat di artikan berkunjung atau bersilaturahmi dengan masyarakat desa. Dan pada hari Jumat 13 April, yang ketiban sampur adalah Dukuh Pekuluran, Desa Sidoharjo, Kecamatan Doro.
Dukuh Pekuluran merupakan salah satu dari sekian daerah terpencil di Kabupaten Pekalongan. Akses jalan yang menuju ke dukuh tersebut terbilang cukup sulit. Ruas jalan yang sempit, yang hanya cukup untuk dilewati satu mobil saja, tak beraspal, tikungan serta tanjakan maupun turunan yang tajam, juga jurang yang terbentang, membuat akses jalan itu lebih tepat jika di gunakan untuk offroad. Apalagi listrikpun baru di nikmati oleh warga dukuh Pekuluran pada sekitar akhir desember 2017.
Kalau boleh jujur, sebetulnya tidak ada yang istimewa dalam acara sonjo desa. Cuma sekedar berkunjung dan menginap di warga setempat. Hanya saja ada acara pagelaran wayang kulit serta pemberian bantuan terhadap masyarakat, Setelah itu paginya dilanjutkan dengan pengobatan gratis. Dan hal demikian tentu sesuatu yang wajar atau bisa di katakan sekedar rutinitas kegiatan yang memang sudah semestinya di lakukan pemerintah. Sementara silaturahmi yang merupakan upaya mengakrabkan, mendekatkan rakyat dengan pejabat masih dalam tataran fisial. Tapi ya sudahlah, biarkan itu menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah untuk menggali kreatifitas dan inovasi dalam mengemas kegiatannya, agar Sonjo betul-betul menjadi ajang ngudo rosone wong ndeso.
Berkisah tentang Dukuh Pekuluran, Ada sekitar 80 KK ( Kepala Keluarga) yang meninggali dataran tinggi itu. Mayoritas masyarakat di sana menggantungkan hidupnya dari pertanian. Sementara jika bicara tentang pendidikan, sudah dapat di tebak kalau urusan pendidikan masih begitu minim. Dari beberapa remaja yang di jumpai, mereka menyatakan sudah tak lagi sekolah usai lulus SMP. Bahkan banyak yang hanya sampai pada bangku sekolah dasar saja. Setelah itu, mereka memilih bekerja lalu menikah di usia dini.
Dan mengenai pertanian yang merupakan tumpuan perekonomian masyarakat di sana, sepertinya akan bernasib sama dengan pertanian di daerah lain. sangat mungkin lama-lama akan menghilang karena beralih fungsi. Makin sedikit generasi muda yang mau bertani, kata Kastari salah seorang warga Pekuluran yang berusia 60 tahun. Menurutnya anak-anak muda di Dukuh pekuluran setelah lulus SD maupun SMP mereka bekerja keluar dari daerahnya atau merantau, terutama yang laki-laki. Sehingga yang bertani kebanyakan orang-orang seusianya.
" lare enom wonten mriki mboten podo purun nerasaken tani, katahipun sami merantau "
Padahal dari kisah Kastari, meski memang terkadang hasil panennya anjlog, akan tetapi jika di rata-rata lebih banyak untungnya. Buktinya Ia yang bertani sejak tahun 1978 hingga sekarang mampu menghidupi keluarga, bahkan bisa memiliki dua rumah yang merupakan hasil dari menanam padi. Namun Entah mengapa makin sedikit generasi muda di dukuhnya yang berminat pada dunia pertanian.
" Mbok menawi amargi mriki niku tebih lor kidul, dados lare-lare niku langkung remen nyambet damel wonten kota " ujar Kastari
Kalau ada yang mengatakan Negeri ini krisis pangan yang salah satu indikatornya adalah Import beras, maka sebetulnya bukan krisis pangan yang sedang terjadi, akan tetapi krisis SDM yang sudi mengelola lahan penghasil pangan tersebut. Pertanyaannya, Mengapa sampai terjadi krisis SDM pada bidang pertanian ?, banyak faktor penyebabnya. Dan pemerintah pasti jauh lebih tahu dan menyadari akan hal tersebut, hanya saja sepertinya hingga sekarang tidak atau mungkin belum mencoba mencari dan memberikan suplemen yang dapat merangsang generasi jaman now menggeluti dunia Pertanian.
(Bram)
Bupati Pekalongan H Asip Kholbihi SH, MSi memiliki program Sonjo Desa. Sonjo adalah bahasa Pekalongan yang berarti berkunjung, bersilaturahmi. Sehingga Sonjo Desa dapat di artikan berkunjung atau bersilaturahmi dengan masyarakat desa. Dan pada hari Jumat 13 April, yang ketiban sampur adalah Dukuh Pekuluran, Desa Sidoharjo, Kecamatan Doro.
Dukuh Pekuluran merupakan salah satu dari sekian daerah terpencil di Kabupaten Pekalongan. Akses jalan yang menuju ke dukuh tersebut terbilang cukup sulit. Ruas jalan yang sempit, yang hanya cukup untuk dilewati satu mobil saja, tak beraspal, tikungan serta tanjakan maupun turunan yang tajam, juga jurang yang terbentang, membuat akses jalan itu lebih tepat jika di gunakan untuk offroad. Apalagi listrikpun baru di nikmati oleh warga dukuh Pekuluran pada sekitar akhir desember 2017.
Kalau boleh jujur, sebetulnya tidak ada yang istimewa dalam acara sonjo desa. Cuma sekedar berkunjung dan menginap di warga setempat. Hanya saja ada acara pagelaran wayang kulit serta pemberian bantuan terhadap masyarakat, Setelah itu paginya dilanjutkan dengan pengobatan gratis. Dan hal demikian tentu sesuatu yang wajar atau bisa di katakan sekedar rutinitas kegiatan yang memang sudah semestinya di lakukan pemerintah. Sementara silaturahmi yang merupakan upaya mengakrabkan, mendekatkan rakyat dengan pejabat masih dalam tataran fisial. Tapi ya sudahlah, biarkan itu menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah untuk menggali kreatifitas dan inovasi dalam mengemas kegiatannya, agar Sonjo betul-betul menjadi ajang ngudo rosone wong ndeso.
Berkisah tentang Dukuh Pekuluran, Ada sekitar 80 KK ( Kepala Keluarga) yang meninggali dataran tinggi itu. Mayoritas masyarakat di sana menggantungkan hidupnya dari pertanian. Sementara jika bicara tentang pendidikan, sudah dapat di tebak kalau urusan pendidikan masih begitu minim. Dari beberapa remaja yang di jumpai, mereka menyatakan sudah tak lagi sekolah usai lulus SMP. Bahkan banyak yang hanya sampai pada bangku sekolah dasar saja. Setelah itu, mereka memilih bekerja lalu menikah di usia dini.
Dan mengenai pertanian yang merupakan tumpuan perekonomian masyarakat di sana, sepertinya akan bernasib sama dengan pertanian di daerah lain. sangat mungkin lama-lama akan menghilang karena beralih fungsi. Makin sedikit generasi muda yang mau bertani, kata Kastari salah seorang warga Pekuluran yang berusia 60 tahun. Menurutnya anak-anak muda di Dukuh pekuluran setelah lulus SD maupun SMP mereka bekerja keluar dari daerahnya atau merantau, terutama yang laki-laki. Sehingga yang bertani kebanyakan orang-orang seusianya.
" lare enom wonten mriki mboten podo purun nerasaken tani, katahipun sami merantau "
Padahal dari kisah Kastari, meski memang terkadang hasil panennya anjlog, akan tetapi jika di rata-rata lebih banyak untungnya. Buktinya Ia yang bertani sejak tahun 1978 hingga sekarang mampu menghidupi keluarga, bahkan bisa memiliki dua rumah yang merupakan hasil dari menanam padi. Namun Entah mengapa makin sedikit generasi muda di dukuhnya yang berminat pada dunia pertanian.
" Mbok menawi amargi mriki niku tebih lor kidul, dados lare-lare niku langkung remen nyambet damel wonten kota " ujar Kastari
Kalau ada yang mengatakan Negeri ini krisis pangan yang salah satu indikatornya adalah Import beras, maka sebetulnya bukan krisis pangan yang sedang terjadi, akan tetapi krisis SDM yang sudi mengelola lahan penghasil pangan tersebut. Pertanyaannya, Mengapa sampai terjadi krisis SDM pada bidang pertanian ?, banyak faktor penyebabnya. Dan pemerintah pasti jauh lebih tahu dan menyadari akan hal tersebut, hanya saja sepertinya hingga sekarang tidak atau mungkin belum mencoba mencari dan memberikan suplemen yang dapat merangsang generasi jaman now menggeluti dunia Pertanian.
(Bram)
Komentar Anda